CSR Marketing

18 10 2007

Konsep CSR (Corporate Social Responsibility) bukanlah konsep yang baru dalam dunia bisnis. Konsep ini merujuk bahwa perusahaan bukan organisasi yang berusaha mencari profit saja, tapi juga mempunyai peranan dalam memberikan kontribusi terhadap masyarakat dan linkungannya untuk membentuk sustainable society. Sudah banyak perusahaan-perusahaan yang memasukan konsep CSR ke dalam visi mereka. Tapi walaupun demikian, tidak sedikit perusahaan yang membuat program CSR dengan tidak terarah dan kurang effektif. Trend selama ini kegiatan CSR kurang mempunyai link dengan kegiatan utama perusahaan. Akibatnya kegiatan CSR dengan bisnis perusahaan tidak saling mendukung. Juga tidak sedikit manager yang beranggapan bahwa pengeluaran untuk CSR adalah cost daripada investasi. Padahal dalam jangka panjang kegiatan CSR bisa menjadi asset yang bisa mendukung kegiatan bisnis perusahaan.

Kalau selama ini kegiatan CSR sering berjalan sendiri-sendiri dengan kegiatan bisnis perusahaan, akhir-akhir ini muncul pendapat dari berbagai kalangan akan pentingnya intregrasi antara kegiatan CSR dan bisnis. Apabila intregrasi kedua kegiatan ini bisa berjalan sesuai dengan tujuannya, diharapkan terjadi sinergi yang bisa menguntungkan perusahaan. Khususnya untuk kegiatan marketing, ada orang yang menamakan intregrasi ini sebagai CSR Marketing. Maksudnya kegiatan marketing seperti pengembangan produk dan promosi yang dihubungkan dengan kegiatan CSR.

Volvic

Menurut Philip Kotler, kegiatan CSR Marketing yang berhasil akan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan tersebut antara lain adalah lebih mudahnya akuisisi customer dan pasar niche baru, kenaikan penjualan, terbentuknya identitas brand yang baik dll. Hanya saja, supaya kegiatan CSR bisa effektif dan memberikan impak yang besar, diperlukan strategi dan program yang terencana dengan baik. Menurut peneliti brand, David Aaker, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun strategi kegiatan CSR. Pertama adalah mempunyai fokus, artinya perusahaan harus memilih satu atau beberapa tema yang menjadi fokus kegiatan CSR-nya. Misalnya tema pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, atau kesenjangan sosial. Tidak memiliki tema yang menjadi fokus akan mengaburkan tujuan kegiatan itu dan bisa menghambat impak yang diharapkan. Kedua, kegiatan CSR harus dilakukan secara konsisten. Apabila perusahaan melakukan kegiatan CSR-nya secara konsisten dalam jangka panjang, kemungkinan besar akan mendapat kepercayaan dari stake-holder dan akan menarik mereka untuk ikut berpartisipasi. Ketiga, hubungkan kegiatan itu dengan brand yang dimiliki perusahaan. Tujuannya adalah untuk membetuk identitas brand yang baik lewat kegiatan CSR. Misalnya perusahaan minyak jepang Cosmo Sekiyu, melakukan kegiatan CSR untuk rehabilitasi hutan tropis yang erat sekali hubungannya dengan produk atau brand mereka. Keempat adalah mem-brand-kan kegiatan CSR itu sendiri. Misalnya dengan cara memberi nama, membuat logo atau slogan tentang kegiatan CSR tersebut. Dengan demikian diharapkan perusahaan lebih mudah mengkomunikansikan kegiatan CSR mereka kepada stake holder-nya.

Dalam menyusun program CSR ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memaksimalkan effek kegiatan itu. Salah satunya adalah dengan ikut melibatkan konsumen dalam kegiatan ini. Hal ini bisa dilakukan dengan menyisihkan sebagian penjualan untuk kegiatan-kegiatan sosial. Misalnya Volvic, produsen air mineral dari Prancis menyisihkan sebagian penjualannya untuk pembuatan sumur air di Afrika. Contoh lain adalah Cosmo Sekiyu yang mengeluarkan kartu kredit yang biaya membershipnya digunakan untuk pemeliharaan hutan tropis. Ada kalanya program CSR lebih effektif bila dilakukan oleh beberapa perusahaan seperti yang dilakukan di Jepang. Di sini beberapa perusahaan mencantumkan logo bell (bell mark) pada bungkus produk-produknya. Organisasi wali murid (PTA) di tiap sekolah mengumpulkan logo ini untuk ditukarkan dengan uang yang digunakan untuk kepentingan pendidikan.

Seperti dujelaskan diatas, kegiatan CSR banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tapi bukan berarti tanpa resiko. Apabila perusahaan melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kegiatan CSR-nya, bukan tidak mungkin akan memberikan effek yang sebaliknya. Misalnya perusahaan membuang limbahnya sembarangan padahal mereka mempromosikan kegiatan ramah alam. Penyaluran dana yang tidak jelas pun dapat menghilangkan kepercayaan kosumen. Oleh karena itu, perusahaan perlu membuat perjanjian yang ketat dengan NPO tempat ke mana uang itu disalurkan. Juga perlu tranparansi tentang penggunaan dana tersebut.