Marketing: Art atau Science?

8 10 2007

scienceSuatu hari di kelas saya pernah melemparkan sebuah pertanyaan kepada mahasiswa. Apakah marketing itu digolongkan art atau science. Diantara mahasiswa ada yang menjawab art, science, dan ada yang menjawab gabungan dari keduanya. Sebenarnya tidak ada jawaban yang secara mutlak salah atau benar dalam pertanyaan ini. Namun jawaban yang terakhir adalah jawaban yang paling tepat.

Bagi sebagian besar orang, marketing lebih merupakan art atau seni dalam menentukan strategi produk, harga, promosi, dan distribusi. Yang dimaksud seperti art di sini adalah pengalaman, intuisi, firasat, atau persepsi subyektif yang dimiliki seseorang yang bisa digunakan untuk pengambilan keputusan marketing. Anggapan bahwa marketing adalah art tidak sepenuhnya salah. Dalam kehidupan nyata banyak contoh pengambilan keputusan marketing yang didasarkan pada art. Misalnya dalam menentukan anggaran untuk iklan, berdasarkan pengalaman seorang manager memutuskan untuk menganggarkan 10 persen dari penjualan. Untuk menentukan cara dan media promosi, pengalaman seorang salesperson bisa sangat berguna. Seorang staff R&D di suatu perusahaan, terbangun dari lamunannya dengan tiba-tiba setelah terlintas ide produk baru yang menarik. Ketika dipasarkan, produk itu terjual banyak.

Seperti beberapa contoh diatas, banyak sekali keberhasilan yang berasal dari art. Tetapi pengambilan keputusan marketing yang hanya didasarkan pada art juga mempunyai resiko yang besar. Dan kalau kita lihat beberapa contoh, banyak juga keputusan yang gagal. Alasan keputusan yang didasarkan pada art saja beresiko adalah, pertama art tidak selalu bisa digeneralisasi. Misalnya pengalaman seorang salesperson tentang cara promosi yang effektif belum tentu berlaku di pasar yang lain. Pengalaman itu bisa tidak berguna apabila jenis produk berbeda dan kondisi pasar berubah secara cepat. Kedua art biasanya merupakan pengetahuan yang terselubung (tacit knowledge) yang sulit untuk diakses dan didistribusikan kepada orang lain. Dalam proses marketing yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, adanya bahasa umum yang bisa dipahami oleh semua orang sangat diperlukan. Hal ini tidak bisa dipenuhi oleh art.

Di atas kita bisa lihat beberapa keterbatasan keputusan marketing yang didasarkan pada art saja. Untuk mengatasi keterbatasan ini dibutuhkan informasi obyektif yang bisa digeneralisasi dan dikomunikasikan pada semua orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dari sinilah lahir marketing science, yang merupakan cara berpikir atau metode yang didasarkan pada data dan teori yang obyektif untuk meningkatkan akurasi dan effektifitas sebuah keputusan marketing. Perkembangan marketing science berjalan dengan cepat seiring dengan melimpahnya data-data marketing seperti POS data, panel data, dan data dari riset marketing. Perkembangan marketing science juga ditunjang dengan berkembangkan ilmu pengetahuan (terutama statistics) dan komputer yang memungkinkan pengolahan dan analisa data dalam jumlah yang banyak. Sebagai contoh dari aplikasi marketing science adalah Customer Relationship Management (CRM). CRM adalah suatu proses untuk meningkatkan keuntungan jangka perusahaan dengan cara membuat hubungan baik dengan customer dan meningkatkan nilai customer. Untuk melaksanakan CRM, dibutuhkan teknologi pengumpulan, pengolahan, dan analisa data customer yang bisa melibatkan beberapa cabang ilmu seperti statistika dan data mining.

Sekarang siapa saja yang belajar marketing tidak bisa menghindar untuk mempelajari marketing secara science. Untuk memungkinkan ini, seorang mahasiswa marketing dituntut untuk belajar matemateka, statistika, multivariate anaysis, ekonometrika, software komputasi, sampai programming, selain mempunyai pengetahuan tentang marketing dan perilaku konsumen. Tentu saja mahasiswa tidak sampai perlu tahu teori ilmu-ilmu diatas secara detail, tapi minimal tahu cara berpikirnya. Universitas-universitas Jepang sudah sejak beberapa lama mengikuti universitas-universitas Amerika yang menagajarkan marketing science. Bagaiamana dengan universitas di Indonesia ?